Langsung ke konten utama

TIRAKAT ORANGTUA UNTUK PENDIDIKAN ANAKNYA

Salah satu tirakat orangtua untuk pendidikan anaknya adalah tidak nunggak SPP. Ini biasanya saya sampaikan saat isi parenting bersama wali murid. Agak pahit memang tapi ini selalu saya sampaikan di akhir sesi. Karena memang pendidikan itu sejatinya olah pikir, tirakat batin

Sependek yang saya tahu, dalam spp ada makan minum anak selama sekolah, kebayangkan bila tidak bayar spp dari mana anak bisa makan minum dan snack? Ya dari spp temannya.

Dalam spp ada elemen kesejahteraan guru, meski tidak terlalu besar kayaknya, ada elemen pendidikan yang dia dapatkan selama belajar.

Bisa saja utang menggunung, nyebar d mana-mana, namun khususon untuk spp jgn nunggak, itu tirakat terbaik orang tua.

Entah untuk keberapa kali saya mendengar betapa pengurus yayasan harus pontang panting cari biaya untuk menutupi tunggakan spp yang menurut saya jumlahnya tidak sedikit. insan pendidikan itu rata-rata berjiwa halus, yang rasanya tidak mungkin menagih sekeras debt collector, bahkan menahan ijazah pun harus dipertimbangkan puluhan kali.

Tapi di sinilah mengerikannya, menyulitkan orang yang ikhlas bekerja dengan bayaran yang sering pula di bawah umr, sementara yayasan rata-rata tidak dibayar bukan perkara yang ringan, mereka tidak berdoa di tengah malam melaporkan gelisahnya mereka mencari biaya untuk menutupi tunggakan, namun gusarnya batin mereka aksesnya melangit langsung. 

Bagaimana pun perkembangan anak tampak kurang bagus, bayarkan spp dan jangan menunggak. Karena bisa jadi keikhlasan orangtua dalam membayar, kesungguhan orangtua dalam bekerja demi bisa membiayai sekolah akan menjadi tabungan yang bisa diunduh saat anak besar nanti, apakah berupa kemudahan demi kemudahan untuk mendapat pekerjaan, atau berupa lancarnya bisnis mereka, banyak cara lah Allah membalas tirakat ini. 

Sudah banyak cerita anak yang di sekolah biasa-biasa saja namun baik hidupnya saat mereka dewasa, karirnya baik, bahkan berguna untuk agama, nusa dan bangsa, apa pun itu profesinya.

Saya sendiri memindahkan anak no 2 dan nomor 3 ke sekolah lain yang feel free saja, meski tidak hanya faktor finansial saja penyebabnya. Apakah ada khawatir anak tertinggal? ada pastinya, namun tidak terlalu mengganggu, sebab bagi saya terpenting adalah menunaikan hak semuanya dengan lancar. 

Belanja-belanjanya tahan dulu. Prioritas spp, sesulit apa pun hidup, sebanyak apa pun utangan. Semoga kita semua dimudahkan dalam rejeki, dilembutkan hati untuk prioritas biaya sekolah anak. Lihat Lebih Sedikit

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BELENGGU LUKA

Emosi negati f adalah luka batin yang masih berdarah darah, yang dibawa ke mana mana, karena dia terluka, maka dia mengantisipasinya dengan membawa golok ke mana-mana dengan tujuan supaya dia tidak mendapatkan luka yang baru. Namun karena lukanya belum sembuh, dia menjadi begitu peka, sehingga senggolan kecil yang bagi orang lain tidak menyakitkan pun akan membuatnya nyeri, dan golok pun dia sabetkan kepada siapa pun yang membuat dirinya terluka. Bila peka, memang kita sering melihat orang yang omongannya cukup pedas dan tingkah lakunya menyakitkan, sejatinya orang yang membawa luka yang belum sembuh, sudah tabiatnya dia pun menebar luka ke mana-mana, menebarkan ketidanyamanan kepada orang lain, jangankan orang lain, dirinya pun merasa tidak nyaman dengan dirinya. Tanda-Tanda orang yang memiliki luka batin biasanya seperti ini : Sensitif,  karena pernah disakiti, dan dirinya tidak mau mengalami kembali hal tersebut, dia begitu peka dengan hal apa pun yang membuat dirinya luka,   p

RILEX

Diluar segala teori parenting yang ada, penting untuk memulai pondasi semuanya adalah mengajarkan kepada anak untuk rilex dalam menghadapi hidup, sebab rilex akan membawa ketenangan. Menurut Ibnu Siena, kepanikan adalah separuh penyakit, dan ketenangan adalah separuh obat, dan kesabaran adalah titik permulaan dari kesembuhan.   Nyatanya memang banyak hal remeh menjadi besar karena kalut, banyak urusan kecil menjadi petaka karena tidak tenang. Kita bisa cek, hal kecil di rumah, betapa kesalahan kecil saja bisa berujung kepada masalah yang tidak seharusnya. Kita para lelaki tentu sering jadi bahan amukan hanya karena menyimpan handuk basah di sofa, dan para ibu-ibu sering dimarahi suami karena kelamaan dandan kalau mau keluar rumah. Namun bagi orang serius, hal receh dan terus-menerus dikerjakan para lelaki ini akan dimaknai sebagai kondisi suami yang tidak 1 frekwensi lagi, yang kemudia berujung pada pertengkaran. Padahal, jika emak emak belum mandi, ya tinggal pakai saja handuk i